Jumat, 08 Maret 2013

Pemerintahan pada Demokrasi Terpimpin


Pemerintahan Pada Demokrasi Terpimpin


Sejarah Indonesia (1959-1966) adalah masa di mana sistem "Demokrasi Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Terdapat 3 point inti latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1.    Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak stabilan di bidang keamanan.
2.    Dari segi perekonomian  : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3.    Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950

a)  Konstituante Gagal Menyusun Undang Undang Dasar Baru
Agenda pemilu yang telah tertunda sepuluh tahun baru dapat dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap, yang mengacu pada UUD Sementara    (UUDS) pasal 1 ayat 2. Pada Pemilu pertama ini memiliki dua agenda, yaitu :
1.    Memilih wakil rakyat di DPR tanggal 29 Sepetember
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260. dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
2.    Memilih anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955.
Kursi konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Proses dan hasil pemilu pertama ini memunculkan beberapa kejutan dan kekecewaan. Jumlah partai bertambah banyak dari 20 menjadi 28. Tetapi hanya empat partai yang mendapat kursi yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI. Perolehan 34 kursi PKI di parlemen mengejutkan banyak pihak, begitu pula dengan hasil pemilihan Majelis Konstituante. Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pelantikan anggota Dewan Konstituante ini diselenggarakan pada tanggal 10 November 1956. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 1 dan 134 UUDS 1950.
Pasal 134
 Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.
 Pasal 1
Membentuk suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kabinet-kabinet tersebut tidak lama bertahan karena adanya oposisi dari daerah diluar Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan pembangunan di daerah. Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekarno memanggil semua pejabat sipil dan pemimpin partai politik ke Istana Merdeka. Dalam pertemuan tersebut beliau mengajukan konsepsi yang isinya sebagai berikut.
·         Dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang terdiri atas wakil-wakil semua partai dan golongan fungsional.
·         Dibentuk Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil semua partai dan golongan fungsional, yang fungsinya memberikan nasehat kepada cabinet-kabinet.
Konsep tersebut ditolak oleh beberapa partai, mereka berpendapat bahwa pengubahan susunan ketatanegaraan harus diserahkan kepada konstituante. Suhu politik semakin panas ketika Presiden Soekarno berpidato di peringatan Sumpah Pemuda tahun 1957, beliau mengatakan bahwa segala kesulitan yang dihadapi oleh Negara itu disebabkan oleh banyaknya partai politik. Oleh karena itu, ada baiknya partai politik itu dibubarkan. Maka dari itu Presiden Soekarno mengajukan suatu konsepsi dengan nama “ Demokrasi terpimpin “.
Namun pada saat itu konstituante masih mengalami kesulitan untuk menetapkan dasar Negara karena masing-masing partai politik hanya mendahulukan kepentingan partainya dibandingan kepentingan Negara. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut konstituante berencana untuk kembali ke UUD 1945. Kemudian rencana tersebut disetujui oleh Kabinet pada tanggal 19 februari 1959.
Oleh karena itu pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno menyampaikan anjuran pemerintah supaya konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi Negara Indonesia. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
·         269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
·         119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.



b) Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sampai pada tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan UUD baru yang menjadi dasar hukum pelaksanan pemerintah Negara. Kondisi tersebut membuat situasi politik Indonesia semakin buruk dan kacau sehingga dapat membahayakan keutuhan Negara dan bangsa Indonesia. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang isinya sebagai berikut.
1.    Pembubaran Konstituante
2.    Berlakunya kembali UUD 1945
3.    Tidak berlakunya UUDS 1950
4.    Pembentukan MPRS dan DPAS

c)  Pengaruh Dekrit Presiden
Tindakan yang dilakukan oleh presiden soekarno dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada kenyataannya tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Hal ini terlihat dengan jelas dari masalah-masalah berikut ini
      • Kedudukan Presiden.
Berdasarkan UUD 1945 kedudukan Presiden berada dibawah MPR. Akan tetapi, pada kenyataannya MPR tunduk kepada Presiden.
      • Pembentukan MPRS
    Presiden Soekarno juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959. Hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena pengangkatan anggota MPR sebagai lembaga tertinggi harus melalui pemilihan umum. 
      • Manifesto Politik Republik Indonesia
    Pidato Presiden pada 17 Agustus 1945 berjudul “ Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Atas usulan dari DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959 agar Manifesto Politik Republik Indonesia itu dijadikan Garis Besar haluan Negara. Inti dari Manifesto Politik itu adalah USDEK. 
      • Pembubaran DPR hasil pemilu dan pembentukan DPR-GR
DPR hasil pemilu dibubarkan dan diganti dengan pembentukan DPR-GR. Padahal langkah ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyebutkan Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
      • Masuknya pengaruh PKI
Konsep naskom memberikan peluang kepada PKI untuk memperluas dan mengembangkan pengaruhnya. Dimana sasarannya yaitu berusaha menggeserkan kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis.
      • Arah Politik luar negri
Politik konfrontasi dengan pembagian dunia menjadi 2 bagian, yaitu Oldefo (Old Establishes Forces/Negara-negara kapitalis imperialis) dan Nefo (New Emerging Forces/Negara-negara progresif revolusioner)

d) Kehidupan Politik Masa Demokrasi Terpimpin
 Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.
Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:8
1)   Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
2)   Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
3)   Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
4)   Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
5)   Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
6)   Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partai-partai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.

2 komentar:

  1. Las Vegas Hotel and Casino - JamBase
    The MGM Grand 성남 출장안마 Las Vegas Hotel 계룡 출장샵 and Casino is located on the corner of Third Street and 영주 출장샵 North 5th of Flamingo Rd. in Las Vegas, NV at the 김해 출장안마 foot 양산 출장안마 of

    BalasHapus