Pemerintahan Pada Demokrasi
Terpimpin
Sejarah Indonesia (1959-1966) adalah masa di mana sistem "Demokrasi Terpimpin"
sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah
sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat
pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama
kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Terdapat 3 point inti latar belakang dicetuskannya sistem
demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1.
Dari segi keamanan :
Banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak
stabilan di bidang keamanan.
2.
Dari segi
perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet
pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh
kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi
tersendat.
3.
Dari segi politik :
Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950
a) Konstituante Gagal Menyusun Undang Undang
Dasar Baru
Agenda pemilu yang telah tertunda sepuluh tahun baru
dapat dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap, yang mengacu pada UUD
Sementara (UUDS) pasal 1 ayat 2. Pada
Pemilu pertama ini memiliki dua agenda, yaitu :
1. Memilih
wakil rakyat di DPR tanggal 29 Sepetember
Jumlah
kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260. dan diikuti oleh 29 partai politik
dan individu.
2. Memilih
anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955.
Kursi
konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Proses
dan hasil pemilu pertama ini memunculkan beberapa kejutan dan kekecewaan.
Jumlah partai bertambah banyak dari 20 menjadi 28. Tetapi hanya empat partai
yang mendapat kursi yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI. Perolehan 34 kursi PKI di
parlemen mengejutkan banyak pihak, begitu pula dengan hasil pemilihan Majelis
Konstituante. Konstituante adalah
lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar
atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pelantikan anggota Dewan
Konstituante ini diselenggarakan pada tanggal 10 November 1956. Pembentukan UUD
baru ini diamanatkan dalam Pasal 1 dan 134 UUDS 1950.
Pasal 134
Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang
Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara
ini.
Pasal 1
Membentuk
suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif
tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kabinet-kabinet tersebut tidak lama bertahan karena
adanya oposisi dari daerah diluar Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan
pembangunan di daerah. Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekarno memanggil
semua pejabat sipil dan pemimpin partai politik ke Istana Merdeka. Dalam
pertemuan tersebut beliau mengajukan konsepsi yang isinya sebagai berikut.
·
Dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang terdiri
atas wakil-wakil semua partai dan golongan fungsional.
·
Dibentuk Dewan Nasional yang anggotanya
terdiri dari wakil-wakil semua partai dan golongan fungsional, yang fungsinya
memberikan nasehat kepada cabinet-kabinet.
Konsep tersebut ditolak
oleh beberapa partai, mereka berpendapat bahwa pengubahan susunan
ketatanegaraan harus diserahkan kepada konstituante. Suhu politik semakin panas
ketika Presiden Soekarno berpidato di peringatan Sumpah Pemuda tahun 1957,
beliau mengatakan bahwa segala kesulitan yang dihadapi oleh Negara itu
disebabkan oleh banyaknya partai politik. Oleh karena itu, ada baiknya partai
politik itu dibubarkan. Maka dari itu Presiden Soekarno mengajukan suatu
konsepsi dengan nama “ Demokrasi terpimpin “.
Namun pada saat itu
konstituante masih mengalami kesulitan untuk menetapkan dasar Negara karena
masing-masing partai politik hanya mendahulukan kepentingan partainya
dibandingan kepentingan Negara. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut
konstituante berencana untuk kembali ke UUD 1945. Kemudian rencana tersebut
disetujui oleh Kabinet pada tanggal 19 februari 1959.
Oleh karena itu pada
tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno menyampaikan anjuran pemerintah supaya
konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi Negara Indonesia. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan
anggota konstituante.
Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara
yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan
dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden
Soekarno tersebut. Hasil
pemungutan suara menunjukan bahwa :
·
269
orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
·
119 orang
tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD
1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota
konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti
yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
b) Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sampai pada tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil
merumuskan UUD baru yang menjadi dasar hukum pelaksanan pemerintah Negara.
Kondisi tersebut membuat situasi politik Indonesia semakin buruk dan kacau
sehingga dapat membahayakan keutuhan Negara dan bangsa Indonesia. Untuk
mengatasi kondisi tersebut maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang isinya sebagai berikut.
1.
Pembubaran Konstituante
2.
Berlakunya kembali UUD 1945
3.
Tidak berlakunya UUDS 1950
4.
Pembentukan MPRS dan DPAS
c) Pengaruh Dekrit Presiden
Tindakan yang dilakukan oleh presiden soekarno dengan
mengeluarkan Dekrit Presiden pada kenyataannya tidak dilaksanakan secara murni
dan konsekuen. Hal ini terlihat dengan jelas dari masalah-masalah berikut ini
- Kedudukan Presiden.
Berdasarkan
UUD 1945 kedudukan Presiden berada dibawah MPR. Akan tetapi, pada kenyataannya
MPR tunduk kepada Presiden.
- Pembentukan MPRS
Presiden
Soekarno juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959.
Hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena pengangkatan anggota MPR
sebagai lembaga tertinggi harus melalui pemilihan umum.
- Manifesto Politik Republik Indonesia
Pidato
Presiden pada 17 Agustus 1945 berjudul “ Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Atas
usulan dari DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959 agar Manifesto
Politik Republik Indonesia itu dijadikan Garis Besar haluan Negara. Inti dari
Manifesto Politik itu adalah USDEK.
- Pembubaran DPR hasil pemilu dan pembentukan DPR-GR
DPR
hasil pemilu dibubarkan dan diganti dengan pembentukan DPR-GR. Padahal langkah
ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyebutkan Presiden tidak dapat
membubarkan DPR.
- Masuknya pengaruh PKI
Konsep
naskom memberikan peluang kepada PKI untuk memperluas dan mengembangkan
pengaruhnya. Dimana sasarannya yaitu berusaha menggeserkan kedudukan Pancasila
dan UUD 1945 menjadi komunis.
- Arah Politik luar negri
Politik
konfrontasi dengan pembagian dunia menjadi 2 bagian, yaitu Oldefo (Old Establishes
Forces/Negara-negara kapitalis imperialis) dan Nefo (New Emerging Forces/Negara-negara progresif revolusioner)
d) Kehidupan
Politik Masa Demokrasi Terpimpin
Soekarno dengan
konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal
tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim
Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang
dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem
liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di
Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah
daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan
tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada
pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk
dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah
partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan
keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat
dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak
mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun
oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh
sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan
gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai
peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi
Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya
dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong
apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan
peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai
politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi
semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala
kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang
sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak
belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata
Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya
menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin
yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik
dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih
mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat
hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai
pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat
dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga
dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9
partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan
politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu
dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang
berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh
karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada
masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan
Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis
maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan
massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi
Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17
juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di
negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa
Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI
memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963,
MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat
dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi
Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan
Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan
Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah
upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer
untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin
militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai
tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui
agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang
permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian
mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.
Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik
pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran
tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden
(Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut
menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:8
1)
Menerima
dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
2)
Menggunakan
cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
3)
Menerima
bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
4)
Partai-partai
harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah
daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya
seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
5)
Presiden
berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
6)
Presiden
berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik
pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang
membantu pemberontakan.
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui
dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961,
partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai
Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961
menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo
dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No.
440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan
Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa
Demokrasi Terpimpin. Partai-partai tersebut hampir tidak bisa memainkan
perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan
antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan
pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di
era demokrasi terpimpin.
thank
BalasHapusLas Vegas Hotel and Casino - JamBase
BalasHapusThe MGM Grand 성남 출장안마 Las Vegas Hotel 계룡 출장샵 and Casino is located on the corner of Third Street and 영주 출장샵 North 5th of Flamingo Rd. in Las Vegas, NV at the 김해 출장안마 foot 양산 출장안마 of